Talk Show Sejarah Kupas Balikpapan Barat Sebagai Kota Tua

$rows[judul]

rumahhijaurakyat.com, Balikpapan - Suasana berbeda tampak di Atrium Plaza Bunsay, lantai 4, pada Sabtu (20/9/2025). Sebuah talk show bertema sejarah digelar dalam suasana penuh antusiasme.


Acara ini bukan sekadar diskusi biasa, tetapi menjadi momentum penting untuk membuka kembali lembaran-lembaran sejarah Balikpapan Barat—wilayah yang selama ini dikenal sebagai bagian “tua” dari kota minyak ini.

Diselenggarakan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Baru Ilir, talk show tersebut merupakan bagian dari rangkaian acara Gebyar UMKM Merdeka. Menggabungkan unsur budaya, sejarah, dan ekonomi lokal, kegiatan ini diharapkan mampu menguatkan identitas wilayah Balikpapan Barat sebagai kawasan bersejarah sekaligus pusat pengembangan ekonomi kreatif.

Tiga narasumber dihadirkan untuk memperkaya diskusi. Mereka adalah Muhammad Asran, seorang sejarawan Kalimantan Timur yang telah lama menulis dan meneliti sejarah lokal; Rosalinda Tumbelaka, co-founder komunitas Balikpapan Tempo Doeloe yang aktif mengangkat sejarah dan budaya kota; serta Krisna Galih, Ketua Harian Forum Ekrafp yang memberikan sudut pandang tentang hubungan sejarah dengan pengembangan ekonomi kreatif masa kini.

Dalam pemaparannya, Muhammad Asran menekankan bahwa Balikpapan Barat bukan sekadar kawasan administratif biasa. Sejak masa kolonial, wilayah ini sudah menjadi titik penting perputaran ekonomi dan perdagangan. Lokasinya yang strategis menjadikannya sebagai “pintu masuk” bagi aktivitas bisnis dan mobilitas penduduk, jauh sebelum kawasan pusat kota modern berkembang seperti sekarang.

“Kalau kita menelusuri arsip-arsip lama, aktivitas ekonomi pertama di Balikpapan justru berpusat di wilayah yang sekarang kita kenal sebagai Balikpapan Barat,” ungkap Asran. Ia juga menyinggung Jenebora, wilayah di seberang Pulau Balikpapan, yang dulunya termasuk dalam administrasi kota. Perubahan batas wilayah serta perkembangan industri minyak lambat laun memindahkan pusat aktivitas ke wilayah lain.

Namun jejak sejarah masih jelas terlihat. Hingga kini, peninggalan-peninggalan seperti senjata meriam kolonial, rumah cagar budaya milik Pertamina, serta tugu peristiwa pemberontakan terhadap penjajah menjadi saksi bisu masa lalu yang penuh dinamika. Tugu peringatan tersebut kini telah dipindahkan ke kawasan Karang Anyar, namun maknanya tetap menjadi bagian penting dari narasi perjuangan lokal.

Rosalinda Tumbelaka menambahkan bahwa pelestarian sejarah tidak hanya soal benda peninggalan atau arsip, tetapi juga tentang membangun kembali ingatan kolektif masyarakat. “Kita harus kembali membuat masyarakat sadar bahwa mereka tinggal di wilayah yang punya sejarah panjang. Kalau ini tidak dirawat, generasi berikutnya bisa kehilangan jejak,” jelasnya.

Melalui komunitas Balikpapan Tempo Doeloe, Rosalinda aktif menggelar kegiatan literasi sejarah, tur kota tua, dan pameran arsip visual. Menurutnya, mengenal sejarah tidak harus dengan cara yang kaku. Pendekatan yang kreatif dan inklusif justru lebih efektif untuk melibatkan generasi muda.

Sementara itu, Krisna Galih melihat potensi besar Balikpapan Barat untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata sejarah sekaligus ruang tumbuh bagi ekonomi kreatif lokal. “Di banyak kota lain, kawasan kota tua justru menjadi magnet ekonomi baru. Kita bisa mengadaptasi konsep itu di Balikpapan, tentu dengan pendekatan lokal,” ujarnya.

Acara ini dihadiri oleh para lurah se-Balikpapan Barat, ketua LPM dari berbagai kelurahan, tokoh masyarakat, akademisi, pelajar, hingga warga sekitar. Antusiasme peserta menunjukkan bahwa semangat menggali dan merawat sejarah lokal masih kuat.

Tak hanya menjadi ruang diskusi, talk show ini juga menjadi pemicu lahirnya gagasan-gagasan baru untuk menghidupkan kembali kawasan Balikpapan Barat melalui pendekatan historis dan budaya. Dari revitalisasi bangunan bersejarah hingga pengembangan tur edukatif, ide-ide ini membuka peluang kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan pelaku usaha.

Dengan mengenang sejarah, masyarakat Balikpapan Barat tidak sekadar bernostalgia, tetapi juga menyusun kembali masa depan dengan fondasi yang lebih kuat. Karena sebagaimana pepatah bijak mengatakan: bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya.(war)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)